Jingle Indomie Jadi SBY Presidenku
Ketika Iklan SBY yang menggunakan jingle Indomie wara-wiri di televisi, muncullah berbagai opini entah itu yang menganggap iklan tersebut kreatif karena ‘attach’ dengan jingle Indomie yang notabene sudah lekat di masyarakat dan ‘memasyarakat’ atau juga ada yang kurang setuju karena hanya menduplikat dan mengganti liriknya saja. Sama hal nya dengan yang terjadi diluar, opini-opini seperti tersebut juga muncul di ‘kandang’ kami.
Awal mulanya terlontar pertanyaan dari Pak Indra Abidin “Apakah betul jingle SBY Presiden Ku mengambil irama/ mirip jingle Indomie/Indofood? Apabila betul demikian, apakah itu berarti jingle kampanye SBY meniru? Apabila meniru, apakah meminta izin terlebih dahulu ataukah mereka membeli hak pakai/ hak cipta jingle tersebut? Kalau semua ini betul, apakah kampanye SBY disamakan nilainya dengan Indomie? Bukankah berarti bila melihat/mendengar jingle/TVC kampanye SBY dengan jingle tersebut; pendengar/pemirsa/penonton akan teringat pada Indomie?
Dari pertanyaan itu, beragam opini bagaikan gado-gado keluar deeh semuanya. Ada yang bilang “SBY cukup cerdas menggunakan jingle Indomie, selain mudah dicerna jinglenya sudah menjadi top of mind mengingat produk Indomie dikonsumsi hampir seluruh rakyat”. Terlepas dari kreatif atau tidak kreatif , pastinya “tim SBY sudah melakukan seleksi strategi yg tepat di iklan ini, bukan janji, bukan profile, cukup permainan alam bawah sadar kita”. Ada pula yang bilang, “Indofood yang lebih untung karena ngedompleng kampanye SBY dan ini menjurus ke co-branding dan simbiosis mutualisme”. Selain itu, ada juga yang kontra karena menganggap iklan tersebut tidak kreatif dan tidak menguntungkan bagi citra SBY.
Nah, balik lagi ke pertanyaan awal yang terlontar dari Pak Indra, pada akhirnya dijawab juga oleh beliau. Beginilah jawabannya.. “Terlepas dari tujuan komunikasi, baik pengenalan, sikap pandang dan perilaku/knowledge, attitude dan practice. Sebaiknya kita gunakan acuan yang universal mengenai pengembangan kreatifitas. Acuan ini digunakan diseluruh dunia. Secara universal, sebuah karya kreatif iklan dinilai berdasarkan:
1. Relevansi
2. Orisinalitas
3. Dampak
Indomie telah membangun merknya sejak 1993 menggunakan tema Indomie kebanggaan konsumen Indonesia. Kampanye membangun posisi yang kuat, bahwa Indomie adalah mie popular konsumen Indonesia. Pesan-pesannya disampaikan melalui media cetak dan audio visual, iklan tvc dan radio. Kegiatan atas garis (ATL) yang kuat dan kegiatan bawah garis (BTL) yang konsisten selama lebih dari 16 tahun. Sehingga anak kecil pun bisa ingat jingle “Indomie Seleraku”.
Tingkat pengenalan terhadap Indomie dengan segala nada santun diantara konsumen telah mencapai lebih dari 80%, bahkan Indomienya sudah menjadi produl popular di berbagai pasar internasional. Suara dan gambar, nada dan santun dari Indomie sudah sangat kuat diasosiakan sebagai produk komersial, makanan sehari-hari, harga terjangkau dan tersedia dimana-mana.
Kini di 2009 muncul iklan TV, radio untuk pilpres, SBY menggunakan komponen audio visual yang sudah menjadi milik Indomie. Konsume/pemilih dipenuhi dengan iklan-iklan SBY yang sudah tertanam 80-99% kuat milik Indomie. Dari segi relevansi, relatif disini tidak perlu dibahas karena kita tidak membahas substansi iklannya, yang dibahas adalah bahwa iklan ini menggunakan suara/audio, gambar/visual, nada dan santun yang sudah digunakan secara konsisten dan berkelanjutan oleh Indomie selama bertahun-tahun. Dari segi orisinalitas, disini jelas iklan SBY tidak orisinil karena meniru, menggunakan suara, gambar, nada dan santun yang sudah digunakan secara konsisten oleh Indomie. Sangat relatif membahas apakah kreatifitasnya relevan dengan apa yang ingin disampaikan. Dari segi dampak, beberapa hal yang berdasarkan kasus lain pernah terjadi:
1. Adanya kebingungan pendengar, penonton yang mendengar, melihat iklan dan pesan-pesan tersebut. Setelah sekian lama digunakan untuk satu produk tertentu, kini tiba-tiba digunakan untuk produk lain.
2. Umumnya pendengar/penonton akan mengacu pada produk yang produk yang pertama.
3. Adanya konsumen yang tidak senang pada SBY akan menjauh dari Indomie dan adanya pemilih yang tidak senang Indomie akan menjauh dari SBY”.
Begitulah lika-liku yang cukup panjang tentang pro dan kontra sebuah iklan capres. Nah kalau menurut saya setuju atau tidak setuju sah-sah saja asalkan tidak menganggu masyarakat apalagi saling ‘menghujat’ di waktu sekarang ini. Lha wong kita ini negara demokrasi dan doyan makan Indomie!(nggak nyambung, hehe)