Stress dan Komunikasi
Pernahkah anda melihat orang dalam kondisi stress? Atau anda sendiri pernah mengalami stress?
Dalam sebuah keluarga, kita bisa membayangkan, anak-anak dari orang tua yang “control freak” atau selalu memaksakan kehendak, seringkali mengalami stress berkepanjangan. Kasus ekstrim ada pada keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga, di mana stress adalah makanan sehari-hari.
Stress menimbulkan berbagai jenis penyakit lahir dan batin. Stress menimbulkan turunnya imunitas manusia, sehingga timbullah penyakit-penyakit degeneratif. Stress menimbulkan penurunan kinerja, tidak optimalnya prestasi, dan kalau tak ditangani dengan baik dapat berakibat depresi.
Stress dapat disebabkan oleh berbagai hal:
- Tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi
- Ekspektasi yang terlalu tinggi
- Tekanan yang tak tersalurkan
- Komunikasi yang tersumbat atau tidak didasarkan pada kebersamaan, semangat memberi dan mendengarkan
Sebagai pemimpin bagi diri kita sendiri, dan bagi orang lain di sekitar kita, kita perlu mengantisipasi, mencegah dan secara aktif mengobati stress. Untuk itu, komunikasi memegang hal sangat penting. Di bawah ini adalah 7 jenis komunikasi mencegah stress:
1. Membangun impian dan cita-cita. Berkomunikasilah dengan diri sendiri, bertanyalah, apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup? Apa tujuan kita? Apa visi, missi dalam hidup kita? Apa tujuan penciptaan kita? Kitab-kitab menyatakan kita diciptakan untuk beribadah padaNya, dengan berbuat baik dan mencegah kerusakan. Nah, berbuat baik seperti apa persisnya? Perubahan apa yang ingin kita ciptakan di dunia ini dengan kehadiran kita? Impian yang besar bisa membantu kita mengatasi berbagai halang rintang. Apabila kita melihat impian tersebut lebih jelas, lebih nyata dan sangat kita inginkan, maka tantangan apapun yang ada di depan kita perlu kita anggap sebagai batu loncatan, kesempatan baru, atau pembelajaran untuk menuju cita-cita
a. Fikirkan anda ingin menjadi apa, gambarkan dengan jelas, ucapkan sering-sering, mintalah pada Sang Pencipta setiap kita menghadapkan muka padaNya. Buatlah gambaran yang nyata, akan seperti apa anda kalau impian tersebut tercapai. Nilai apa yang dianut?
b. Untuk menjadi hal tersebut, apa saja yang harus dilakukan? Pandangan seperti apa yang harus dimiliki?
c. Apa artinya, apa manfaatnya kalau impian tersebut tercapai?
Proaktif: Selalulah bertanya, bagaimana kita menilai diri sendiri. Hal-hal positif akan datang dari pemikiran positif. Stress ditimbulkan oleh perasaan dan cara pandang yang negatif. Selalu dengarkan pemikiran, perasaan dan perkataan kita, apakah kita cenderung:
a. Menyalahkan orang, atau menyalahkan diri sendiri
b. Mencari-cari alasan atas ketidak berhasilan kita.
c. Defensif terhadap masukan dan apapun kata orang lain terhadap kitad.
d. Tidak mau mengakui kondisi yang ada, tidak mau membuka mata dan hati terhadap berbagai hal yang terjadi. Pertanyakanlah apa yang kita anggap benar.
e. Berprasangka buruk terhadap orang lain, dan tidak suka kalau orang lain lebih baik daripada kita?
Apabila hal-hal di atas benar, maka kita harus banyak berkomunikasi diri, untuk membangun cara pandang yang positif. Cara pandang positif akan mencegah stress, dan membangun kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan siapapun yang ada di sekitar kita.
a. Apabila kita kerap menyalahkan orang lain, cobalah fikirkan, apakah sebenarnya mereka saja yang salah atau ada kontribusi kita dalam kesalahan tersebut? Apakah kita sebenarnya takut mengakui bahwa ada hal yang harus diperbaiki dalam diri kita? Malaskah kita menghadapi kekurangan tersebut dan mengakuinya? Apakah mengakui kelemahan dan kekurangan itu membuat kita merasa lebih rendah lagi? Mengakui adanya kekurangan dalam diri sendiri membutuhkan jiwa yang besar. Dengan adanya pengakuan tersebut, kita bisa mulai mencari cara untuk memperbaiki diri, dan akhirnya mencapai impian kita.
b. Lihatlah impian kita, bertanyalah pada diri kita, apakah menyalahkan orang, mencari-cari alasan, dan menolak kenyataan membuat kita dekat dengan impian kita? Makin terjangkaukah impian tersebut? Atau malah makin jauh?
c. Lihatlah emosi kita. Apakah dengan menyalahkan orang lain, mencari alasan, dan tidak mau menerima kenyataan kita menjadi lebih tenang dan bahagia? Makin harmoniskah hubungan kita dengan diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita?
3. Tetapkan rencana kerja dan prioritas: berkomunikasi seintensif mungkin untuk membangun action plan dalam mencapai impian kita.
a. Buatlah action plan yang jelas, gambarkan, tetapkan waktu yang realistis.
b. Buat analisa SWOT diri sendiri, sehingga kita mau mengakui kelemahan diri sendiri, dan tidak malu mengakuinya di depan teman-teman atau sahabat kita. Bangunlah dukungan untuk membantu anda membangun diri anda, agar anda pun lebih dekat dengan impian anda.
c. Berkomunikasilah untuk selalu “reality check”, bertanyalah apakah kita ada dalam “denial” atau benar-benar sudah faham realitas yang ada, sehingga kita secara positif dapat mensikapi berbagai hal tersebut.
d. Bangunlah dukungan dari sekitar terhadap impian tersebut.
e. Juallah “ide” atau “impian” tersebut pada siapapun yang ada di sekitar kita. Ciptakan kondisi di mana semua akan ikut senang dan bahagia apabila impian tersebut tercapai.
4. Dengarkan: Selalulah menjadi pendengar yang baik. The greatest leaders are the greatest listeners. Jadi sebagai pemimpin bagi diri sendiri dan bagi semua orang yang ada di sekitar kita, bangunlah kemampuan mendengarkan.
a. Dengarkan hal-hal yang tak terucap. Tak banyak orang yang mampu secara eksplisit mengemukakan segala perasaan dan pemikirannya. Sensitiflah terhadap berbagai gejala atau potensi stress. Segeralah bertindak apabila ada teman atau anggota keluarga yang menunjukkan gejala seperti berkurang nafsu makan, selalu lesu, letih, lemah, terlalu sensitif atau emosional. Bantulah menjadi pendengar dan teman yang baik. Kalau semua orang dapat menjadi sahabat yang baik, psikolog belum tentu masih dibutuhkan, karena sebagian besar stress selesai dengan adanya pendengar yang baik, dapat memotivasi, memberikan masukan dan mendorong untuk berfikir positif.
b. Sebagai pemimpin kita juga perlu mendorong feedback. Kita harus segera tahu apabila ada tindakan, kata-kata atau kebijakan kita yang menciptakan tekanan yang tak tertahankan bagi team kita, dan menimbulkan stress. Segeralah cari jalan keluar, apabila hal tersebut terjadi. Jalan keluar bisa berupa motivasi, membangun semangat, membantu team untuk bisa “reframing”, melihat dari sisi positif, dan akhirnya mendukung kebijakan-kebijakan kita. Selalu juga siap untuk mau mengubah dan menyesuaikan kebijakan tersebut dengan masukan yang ada, karena sumber stress utama adalah target dan batas waktu.
c. Atasi konflik dengan melihat dari sisi pandang orang lain untuk menciptakan dukungan dan membangun konsensus. “saya sadar anda…. karena saya…. Saya berjanji akan…, agar kita dapat…” Akui dulu bahwa anda faham perasaan lawan bicara anda, mintalah maaf, cegah perdebatan dan jangan selalu berusaha menjadi “benar”, apabila hal tersebut dapat merusak hubungan baik dan menimbulkan stress atau sumbatan komunikasi. Setelah dukungan terbangun, baru cari kesamaan pandangan dan bangun kesepakatan yang baik bagi kedua belah pihak.
5. Bangun sinergi: Tempatkan diri pada kaki pendengar kita. Carilah solusi yang baik bagi semua, bangunlah sinergi dengan siapapun yang kita temui.
a. Jadwalkan waktu untuk berkomunikasi secara langsung sesering mungkin. Kesempatan ini selain diisi dengan urusan kerjaan, dapat diperluas ke hal-hal personal, sehingga kita dapat mendeteksi sedini mungkin potensi stress, dan secepat mungkin memotivasi, membangun pandangan positif dan melakukan apapun yang dianggap perlu untuk mencegah datangnya stress tersebut.
b. Selalu berikan penghargaan, pengakuan atas prestasi dan keberhasilan. Perasaan dihargai, disukai, dan diakui membantu membangun pandangan positif terhadap diri, dan mendorong prestasi-prestasi selanjutnya.
c. Selalulah menjadi manusia pemaaf dan pemberi, karena maaf dan semangat berbagi adalah obat dari segala stress dan perasaan negatif. Fokus pada pembangunan sinergi yang bisa membantu kita mencapai impian kita.
d. Bangun sinergi. Selalu fikirkan apa yang bisa kita bangun bersama dengan orang yang ada di depan kita. Bagaimana kekuatan kita dan kekuatannya dikombinasikan menjadi kekuatan yang lebih hebat lagi. Keinginan untuk sinergi akan mengusir pergi berbagai macam stress, karena komunikasi akan membawa ke hal-hal yang baik bagi kedua belah pihak. Stress di salah satu pihak tak akan mampu menciptakan sinergi.
6. Keseimbangan hidup: Jagalah hidup yang seimbang, dan berkomunikasilah untuk meyakinkan bahwa team kita menjalani hidup yang seimbang pula, di mana waktu untuk sosialisasi, keagamaan, beristirahat, keluarga dan untuk hobinya sendiri tersedia, dan tidak 24/7 ada di bawah tekanan kerjaan. Jadwalkan waktu istirahat secara reguler. Inilah sebabnya cuti perlu diambil. Mereka yang bisa mencari penyegaran-penyegaran terhadap hidupnya cenderung lebih tahan stress daripada yang selalu ketat jadwalnya dengan urusan pekerjaan.
7. Komunikasi ke atas: berkomunikasilah dengan Allah setiap detik dalam hidup kita. Mengadulah padaNya, dan hadirkan Ia dalam setiap kesempatan kita berkomunikasi baik dengan diri sendiri maupun dengan siapapun yang ada di sekitar kita.
a. Reframing: percayalah bahwa segala sesuatu hal ada hikmahnya, bahwa Allah memberikan hanya yang terbaik bagi manusia, namun belum tentu manusia mampu melihat kebaikan tersebut. “Apa yang kau sukai belum tentu baik bagimu, dan apa yang kau benci bisa jadi adalah yang paling kau butuhkan.” Jadi lihat segala sesuatu dari sisi positifnya, karena segalanya memang pasti ada hikmahnya.
b. Pemahaman atas ayat di atas membawa kita pada penyerahan diri yang produktif pada Yang Maha Kuasa. Apapun yang terjadi pada kita akan kita terima dengan lapang dada, dan percaya bahwa kesulitan, cobaan, kegagalan dan segala hal yang bisa membuat stress sebenarnya adalah hadiah terbesar dari Allah untuk dapat maju dan mencapai impian kita.
c. Komunikasi tiada henti dengan diri sendiri, komunikasi dengan Nya, akan mencegah stress hinggap pada diri kita. Kita akan selalu diliputi dengan cara pandangan positif, senang, bahagia, dan bebas stress.
Suatu organisasi terbentuk, berkembang, dan dapat maju jika ada dukungan penuh dari anggota-anggotanya. Begitu juga dengan sebuah perusahaan. Masing-masing individu dalam perusahaan tersebut memiliki dan menjalankan perannya masing-masing dalam perusahaan atau organisasi tersebut. Tetapi, kita tidak bisa melupakan bahwa masing-masing individu tersebut juga memiliki kehidupan sosial diluar organisasi. Hal ini berarti setiap individu tersebut membawa “bekal” dari kehidupan sosial diluar organisasinya. Salah satu “bekal” tersebut adalah masalah yang jika ditumpuk dan tidak terselesaikan, maka akan dapat menimbulkan stres. Stres ini bisa disebabkan oleh banyak hal, tetapi kebanyakan disebabkan karena seseorang memiliki harapan atau ekspektasi, namun tidak dapat mencapainya.
Masalah dalam setiap diri karyawan yang kemudian berkembang menjadi stress ini sangat mungkin bisa mempengaruhi iklim atau suasana kerja. Seseorang yang membawa aura negatif dan masalah saat berkomunikasi dengan rekan kerja atau karyawannya, memiliki kesempatan lebih besar untuk berkonflik dengan rekan kerja atau karyawannya tersebut. Apalagi jika ia tidak dapat menahan emosinya. Tidak sedikit konflik internal perusahaan terjadi karena hal ini. Konflik dan kesalahpahaman akibat stress ini bisa dibantu penyelesaiannya dengan satu hal, yaitu komunikasi.
Fortune Story hari ini, bersama Indira Abidin, akan membahas mengenai stress, konflik, dan bagaimana menanganinya dengan komunikasi yang baik dalam suatu organisasi/ perusahaan.
Informasi pendukung:
Eileen Berlin Ray (1991) menyatakan bahwa stres yang berkaitan dengan pekerjaan ternyata menimbulkan pengaruh buruk yang dapat merusak kesehatan jiwa dan jasmani pekerja. Heaney dan Van Ryn (1990) menyebutkan bahwa stres okupasional berkaitan dengan efek jangka pendek, seperti kecemasan kerja, ketegangan kerja, dan kepuasan kerja. Kemudian, ternyata ada studi yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dengan stress ini. Cara orang berkomunikasi bisa jadi menimbulkan stres pada mereka dan stress bisa jadi mempengaruhi cara orang berkomunikasi. Hal ini berkaitan dengan iklim dan suasana kerja. Bila ada salah satu karyawan yang stress dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka bisa menimbulkan perselisihan dalam satu lingkup tempat bekerja. Namun, hal ini juga bisa diselesaikan dengan satu hal, yaitu komunikasi yang baik. Selain itu, komunikasi yang baik dalam suatu organisasi/ perusahaan juga mampu meringankan stress seseorang.
Stress bisa didefiniskan sebagai penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai sautu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu. Hal ini sesuai dengan ungkapan seorang filsuf Yunani, Epictetus “manusia terganggu bukan karena sesuatu, tapi karena cara memandangnya”. Jadi urutan penyebab stress adalah peristiwa membuahkan sebuah interpretasi dan akhirnya mengarah pada konsekuensi, bisa positif dan negatif. Dalam stress, konsekuensi yang ditimbulkan adalah konsekuensi negatif. Peristiwa ini bisa bermacam-macam bentuknya dan berbeda-beda pada setiap orang. Misalnya, seorang karyawan yang menderita sakit parah, bertengkar dengan pasangan dirumah, kekurangan biaya pendidikan anak, dan lain-lain.
Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memahami karyawannya. Tidak hanya bicara, tetapi juga mau mendengar dan mengerti. Termasuk juga mengerti hal-hal apa saja yang bisa memicu stress pada karyawannya dan kemudian membuka pintu untuk, minimal mau mendengarkan cerita dan keluhan karyawannya. Hal tersebut merupakan contoh paling sederhana dari apa yang disebutkan diatas, bahwa komunikasi yang baik dalam organisasi/ perusahaan, dapat meringankan stress dan menyelesaikan masalah. Untuk mempermudah kerja pemimpin tadi, pemimpin bisa saja memotivasi para karyawannya untuk menemukan sendiri hal apa yang bisa memicu stress dalam hidup mereka dan memotivasi karyawanya untuk mengubah persepsi terhadap hal-hal tersebut, dari yang negatif menjadi positif.
Selain melalui komunikasi, perlu juga sekali-kali diadakan acara outing bersama dengan karyawan. Misalnya, nonton bersama, karoke bersama, atau outbond. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan ketenangan sejenak dan mengendurkan ikatan yang mengikat karyawan dengan pekerjaan mereka. Ada tiga strategi komunikatif yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi stress seseorang (diambil dari buku Komunikasi Organisasi oleh R. Wayne Pace), yaitu:
1. Perkuat harapan
Mempunyai harapan berarti mempercayai dan bertindak seakan-akan apa yang kita inginkan sebenarnya dapat dicapai. Harapan adalah melihat, mempersepsi, dan menginterpretasikan kondisi hidup sedemikian rupa sehingga kita bisa percaya bahwa apa yang ingin kita miliki, mungkin untuk kita capai atau dapatkan. Tentu saja hal ini harus dibarengi dengan pikiran yagn realistis.
2. Keterhubungan
Stress tumbuh dan berkembang ketika kita memiliki perasaa terisolasi dan terpisah dari orang lain. Keterhubungan adalah pengaruh yang memeliharan dan secara social mendukung. Contohnya adalah keluarga, teman, rekan kerja, tetangga, angota organisasi, dan lain-lain. Stress di tempat bekerja bisa diminimalisir jika seseorang memiliki bos dan rekan kerja yang suportif.3. Kehati-hatianKehati-hatian disini adalah seni menerima kehidupan ketika kehidupan itu datan dan menikmatinya dari saat ke saat.
3. Kehati-hatian
Kehati-hatian disini adalah seni menerima kehidupan ketika kehidupan itu datan dan menikmatinya dari saat ke saat.
Learning Point:
Bahwa sebetulnya setiap orang hidupdengan masalahnya masing-masing. Jadi, kita perlu memiliki dan menerapkan sikappengertian dalam berkomunikasi dengan rekan kerja, atasan, maupun karyawan. Dantentu saja meminimalisir sikap egois. Selain itu, kita juga perlu memilikicontrol pada diri sendiri agar tidak dikuasai stress atau stress yang kitamiliki tidak menimbulkan konflik di tempat bekerja.